-->

Landasan Teoritis Penelitian Kualitatif : Fenomenologi

Landasan Teoritis Penelitian Kualitatif : Fenomenologi

Landasan Teoritis Penelitian Kualitatif

Fenomenologi

     Fenomenologi memiliki makna: 1) Pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal; 2) suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang (Husserl). Istilah 'fenomenologi' sering dimanfaatkan sebagai anggapan umum guna menunjuk terhadap pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe subjek yang ditemui. Dalam arti khusus, istilah ini mengacu pada penelitian terdisiplin tentang kesadaran dari perspektif pertama seseorang. Sebagai suatu disiplin ilmu, hal itu dijelaskan oleh Edmund Husserl (1859-1938) seorang filsuf Jerman, dan karena pengaruhnya diikuti oleh Jean-Paul Sartre, Martin Heidegger dan Maurice Merleau-Ponty.
     Fenomenologi kadang-kadang digunakan sebagai perspektiffilosofi dan juga digunakan sebagai pendekatan dalam metodologi kualitatif. Fenomenologi mempunyai riwayat yang cukup panjang dalam penelitian sosial termasuk sosiologi, psikologi dan pekerjaan sosial. Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi-interpretai dunia. Dalam hal ini, para fenomenologis ingin mengetahui bagaimana dunia muncul kepada orang lain.
     Ada beberapa karakteristik pokok fenomenologi yang dilakukan oleh peneliti fenomenologis yaitu:
  1. Fenomenologi cenderung mempertentangkan dengan 'naturalisme' yaitu yang disebut objektivisme dan positivisme, yang telah berkembang sejak zaman Renaisans dalam ilmu pengetahuan modern dan teknologi.
  2. Secara pasti, fenomenologis cenderung untuk memastikan kognisi yang mengacu pada apa yang dinamakan Husserl, 'Evidenz' yang dalam hal ini adalah kesadaran tentang sesuatu benda itu sendiri secara jelas dan berbeda dengan yang lainnya, dan mencakupi untuk sesuatu dari segi itu.
  3. Fenomenologis cenderung percaya bahwa tidak hanya suatu benda yang ada dalam dunia alam dan budaya.
     Sebagai bidang filsafat modern, fenomenologi menyelidiki pengalaman kesadaran, yang berkaitan dengan pertanyaan seperti; bagaimana pembagian antara subjek (ego) dengan objek (dunia) muncul dan bagaimana sesuatu hal di dunia ini diklasifikasikan. Sejak para peneliti sejarah lebih banyak mendalami kesadaran para pelaku sejarah (maupun kesadaran dirinya), beberapa ahli sejarah kemudian berbalik ke metode fenomenologis yang ternyata banyak membantu mereka.
     Para fenomenologi berasumsi bahwa kesadaran bukanlah dibentuk karena kebetulan dan dibentuk oleh sesuatu hal lainnya daripada dirinya sendiri. Demikian juga, dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tidak ada kontrol diri terhadap kesadaran terstruktur. Edmund Husserl menyatakan bahwa filosofinya merupakan strategi untuk 'mengamankan' kesadaran (dan dunia kebermaknaan dan nilai-nilai yang hidup dalam kehidupan sehari-hari) dari teori-teori reduktivisme yang ada pada abad ke-19 dalam bentuk ilmu pengetahuan alam mekanistik, seperti Freud.
     Sebagai yang terstruktur, kesadaran menciptakan 'dunia' yang dialami oleh setiap orang. Analisis fenomenologis berusaha mencari untuk menguraikan ciri-ciri 'dunianya', seperti apa aturan-aturan yang terorganisasikan, dan apa yang tidak, dan dengan aturan apa objek dan kejadian itu berkaitan. Aturan terorganisasikan dari 'dunia nyata dapat memasukkan misalnya, kausaitas mekanistis, dan determinasi berlebihan secara psikologis. Aturan-aturan ini bukanlah sebenarnya ciri-ciri yang berdiri sendiri dari sesuatu 'dunia objektif' menurut pendapat para fenomenologis tetapi dibentuk oleh kebermaknaan dan nilai-nilai dalam kesadaran kita yang kita alami sebagai hal yang berdiri sendiri dari kita. Dalam hal ini, fenomenologi menentang apa yang dinamakan empirisme. Sejak klasifikasi objek melibatkan aturan-aturan organisional dan adalah secara fundamental secara intelektual dalam teori ilmu pengetahuan, fenomenologi adalah sangat potensial bagi ahli-ahli yang kritikal dalam sejarah ilmu pengetahuan.
      Persepsi: 'Fenomenologi murni' hanya mendeskripsikan dunia setiap orang, namun hampir semua ahli banyak tertarik pada sumber-sumber yang tidak-disadari yang mengorganisasikan kesadaran. Teori fenomenologi terutama membgai tentang isu-isu bahwa sejauh manakah diberikan kepada peranan utama dalam membentuk pengalaman. Freud memandang 'libido' sebagai dasar utama agen penyebab dalam fenomenologi perkembangan. Ia memandang libido sebagai sesuatu yang biologis, kekuatan yang bukan linguisitik yang berkaitan dengan hal kekuatan mereproduksi sebagai yang dikemukakan oleh Darwin. Fenomenologi humanis Jerman dan Perancis, bertentangan dengan Freud, memberikan gambaran bahwa peranan bahasa itu besar dalam membentuk kesadaran. Michel Foucault, seorang fenomenolog terkemuka di Perancis misalnya, mempengaruhi para sejarahwan ilmu pengetahuan dengan karyanya tentang 'aturan-benda-benda'. Secara gamblang ia mengemukakan bahwa 'biologi .... harus tidak boleh dipandang sebagai kemanusiaan-pertama (alam) atau sebagai yang fundamental'. Seterusnya ia menyatakan bahwa bahasa membentuk kenyataan yang digambarkan oleh alam. Bahasa itu sendiri adalah struktur dari aturan-aturan dan nilai-nilai dan merupakan hasil dari kebutuhan kemanusiaan untuk bekerja guna mempertahankan hidupnya. Pandangannya menyatakan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak menguraikan sesuatu 'objektif' dari kenyataan empiris, tetapi 'menyatakan' kenyataan sedemikian rupa sehingga memenuhi kebutuhan manusia, dan hal itu tidak disadari oleh para ilmuan.

Sumber : Buku Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi Karya Prof. Dr. Lexy J. Moleong, M.A. Tahun 2006

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter