Komponen-Komponen Kegiatan Pelatihan
Kegiatan pelatihan selalu diorientasikan untuk meningkatkan potensi peserta agar mampu meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik bagi seluruh warga masyarakat melalui kegiatan-kegiatan swadaya. Untuk mencapai tujuan ini, faktor peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan formal dan nonformal perlu mendapat prioritas. Kegiatan pelatihan bertujuan "mendidik masyarakat agar mampu membantu diri mereka sendiri". Tujuan yang akan dicapai melalui pelatihan, adalah masyarakat yang mandiri, berswadaya, mampu mengadopsi inovasi, dan memiliki pola pikir yang kosmopolitan. Peran pendidikan nonformal dalam proses pelatihan diarahkan pada upaya pemberdayaan (empowering process) menurut Kindervatter (1979) secara minimal harus dapat menumbuh kembangkan empat macam pemberdayaan masyarakat yang diarahkan pada keswadayaan dan kemandirian, yaitu:
- Pertama, keberdayaan edukatif yang meliputi kategori kualitas: melek huruf, melek pendidikan dasar, memiliki pengetahuan, ketrampilan, nilai, dan sikap makarya atau cakap, terampil, dan beretos kerja; serta mampu mengembangkan diri dengan belajar berkelanjutan, mandiri, kreatif, dan inovatif.
- Kedua, keberdayaan ekonomi, yaitu mampu memahami dan mengendalikan faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi kehidupannya, sehingga dapat berpartisipasi secara produktif dan efisien dalam pembangunan, serta dapat memperoleh bagian secara proposional dari hasil pembangunan.
- Ketiga, keberdayaan politik, yaitu mampu memahami fenomena dan kebijakan politik yang mempengaruhi kehidupan pribadi dan sosialnya, sehingga dapat melaksanakan kewajiban dan mendapatkan haknya sebagai warga negara secara maksimal.
- Keempat, keberdayaan hukum, yaitu memahami dan mengendalikan faktor regulasi sosial, aturan yang mempengaruhi kehidupannya, sehingga mendapatkan perlakuan dan perlindungan hukum secara adil.
Komponen-komponen kegiatan pelatihan yang mendukung keberhasilan pelaksanaan pelatihan yang akuntabel, efektif dan efisien. Pelatihan yang merupakan bagian dari pendidikan nonformal dalam pelaksanaannya tidak dapat terlepas dari beberapa komponen baik dalam sistem pembelajaran maupun dalam pelatihan itu sendiri. Dimanapun pelatihan itu dilaksanakan tidak akan terlepas dari suatu proses pembelajaran dari biasanya selalu dipusatkan pada suatu tempat, baik ruangan kelas maupun di luar ruangan.
Sudjana (1993:2), menyebutkan penggunaan ruangan sebagai tempat latihan didasarkan atas berbagai alasan.
- Pertama, latihan yang dilaksanakan dalam kelas itu memiliki beberapa keuntungan di samping kelemahan-kelemahan yang dimilikinya.
- Kedua, pengelolaan kegiatan yang efektif dan efisien menuntut persyaratan khusus, komponen-komponen, proses pembelajaran, situasi dan pendekatan-pendekatan yang tepat.
- Ketiga, hubungan antara sumber belajar, warga belajar, bahan belajar dan lingkungan belajar lebih jelas.
Istilah pelatihan sebenarnya tidak terlepas dari kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan dengan berbagai cara atau teknik. Di samping komponen yang ada dalam sistem pembelajaran seperti : tujuan yang ingin dicapai, materi yang digunakan, kegiatan belajar mengajar, alat bantu/media yang digunakan dan pelatihan, juga menggunakan teknik yang banyak dikenal masyarakat pada saat ini disebut "teknik empat langkah". Urutan langkah-langkah dalam teknik ini adalah "memperlihatkan (to show) - menjelaskan (to tell) - mengerjakan (to do) - memeriksa (to check)". (Sudjana. 1993: 13)
Komponen-komponen dalam menyelenggarakan pelatihan sebagai suatu satuan pendidikan nonformal yang satu sama lainnya saling berkaitan, secara rinci dijelaskan melalui diagram di bawah ini.
Masukan sarana (instrumen input), meliputi keseluruhan sumber dan fasilitas yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok dapat melakukan kegiatan belajar. Ke dalam masukan ini termasuk tujuan program, kurikulum, pendidik (tutor, pelatih, fasilitator), tenaga kependidikan lainnya, tenaga pengelolaan program, sumber belajar, media fasilitas, biaya dan pengelolaan program pelatihan.
Masukan mentah (raw input), yaitu peserta didik (warga belajar) dengan berbagai karakteristik yang dimilikinya, termasuk ciri-ciri yang berhubungan dengan faktor internal yang memiliki struktur koginitif, pengalaman, sikap, minat, ketrampilan, kebutuhan belajar, aspirasi dan lain sebagainya serta ciri-ciri yang berhubungan dengan faktor ekstern seperti keadaan keluarga dalam segi ekonomi, pendidikan, status sosial, pendidikan, biaya dan sarana belaar, serta cara dan kebiasaan belajar.
Sumber : Buku Manajemen Pelatihan Karya Joko Sutarto tahun 2013
Post a Comment
Post a Comment